MUEZZA

0

 E:\png_20220915_080920_0000.png

September, 15-09-2022



"Halwa, segera bersiap-siap salat subuh, ya, Nak," suruh Ibu ketika melihatku berjalan menuju dapur.


Aku mengangguk sambil mengucek mata yang masih perih. 


Setiap bangun tidur aku selalu memeriksa tempat tidur Rubby, tetap saja kosong. Aku sedih, sahabat kesayanganku sudah satu minggu menghilang. Tidak tahu ke mana. 


***


Sepulang sekolah saat sedang berjalan di area taman aku mendengar suara kucing mengeong-ngeong. Suara itu? Perasaan aku mendengarnya di dekat sini. "Mpus, kamu di mana?" Aku mencarinya di balik semak-semak.


Setelah lama mencari, akhirnya aku menemukannya, seekor kucing berwarna oranye, mirip warna jeruk dan ada bercak putih juga. Tadinya aku berharap itu Rubby, sahabatku.


Ternyata bukan.

Aku membuka tas ransel, lalu mengambil whiskas, makanan kucing ini selalu aku bawa ke mana aku pergi. Jika aku bertemu kucing liar di jalan, maka aku akan memberinya makan. 


"Sini Mpus … kamu makan, ya." Aku menaruh makanan di atas kertas, kemudian kembali melanjutkan jalan pulang.

Jarak dari sekolah ke rumah tidak terlalu jauh, masih bisa ditempuh dengan berjalan kaki. Dengan begini, siapa tahu aku bisa bertemu Rubby.


Namun, saat akan menyeberang jalan, aku baru menyadari kalau kucing liar itu mengikutiku dari belakang. Aku suka kucing, tapi aku cuma mau Rubby yang menjadi sahabatku.


"Hush, sana!" Aku mengusir kucing itu.


Kucing itu tidak mau pergi.

Aku segera berlari pulang, aku tak suka kalau dia mengikutiku sampai rumah. Setelah sampai aku langsung menutup pintu. Aku tidak mau kucing liar itu masuk. 


"Halwa kenapa, Sayang?" tanya Ibu.

Aku berusaha mengatur napas yang terasa sesak. "Itu, Bu, kucing liar itu terus mengikutiku sampai ke halaman rumah."


Ibu mengintip dari jendela. "Oh, gara-gara kucing. Kenapa tidak dipelihara saja, Nak? Anggap saja sebagai pengganti Rubby."


"Nggak mau! Kucing itu dekil. Beda sama Rubby yang bersih, bulunya panjang dan lebat, dia juga menggemaskan." 


Rubby itu kucing persia hadiah dari pamanku. Ia sudah kupelihara sejak usianya dua bulan. Aku sangat merindukannya.


"Nak, tidak baik membeda-bedakan ciptaan Allah, baik itu kucing persia atau bukan. Kucing termasuk hewan kesayangan Baginda Rasulullah. Bahkan, kucing juga hadir dalam sejumlah perjalanan peradaban Islam."


"Tapi, Bu …." Aku hanya menunduk mendengar nasihat Ibu. Memang aku menyukai kucing, tetapi untuk dipelihara aku hanya ingin Rubby atau sejenis kucing persia lainnya. 


"Halwa, kucing dikagumi karena kebersihannya. Bahkan kucing diizinkan masuk ke rumah dan masjid, termasuk di Masjid al-Haram. Sebagaimana hadist riwayat Muslim: Ketika Nabi Muhammad akan berwudu dihampiri oleh seekor kucing dan kucing tersebut minum di bejana tempat beliau wudu. Nabi berhenti hingga kucing tersebut selesai minum lalu berwudhu."


Setelah mendengar nasihat Ibu, aku merasa menyesal. Lalu, pelan-pelan aku berjalan mendekati kucing liar itu dan mengelus bulunya dengan lembut. Aku merasa bersalah telah menyakitinya. Sewaktu mengikutiku tadi, dengan sengaja aku melemparnya dengan ranting pohon dan kerikil. 


"Bagaimana, apa Halwa mau merawatnya?" tanya Ibu.


Aku mengangguk sambil tersenyum. Aku ingin menyayangi apa yang Baginda Rasulullah sayangi. “Mau, Bu.”


"Kita beri nama Muezza, ya. Halwa tahu, Muezza itu kucing kesayangan Rasulullah, loh."


"Iya, Bu. Aku suka nama itu. Mulai hari ini Muezza menjadi sahabatku. Aku akan merawat dan menjaganya dengan baik."








 























Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)
To Top